Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2013

Alias

Apa yang paling tidak bisa kamu lupakan tentang masa lalu? Masa-masa sekolah? Teman-teman SMP dan SMA, bukan? Mereka-mereka yang pernah berbagi keceriaan dan memberikan banyak warna pada masa ingusan dan remaja yang penuh 'kegilaan'? Seperti hari ini.  Dua orang teman SMP dulu berulang tahun.  Kedua-duanya sejauh yang saya tahu saat ini berdomisili di Jakarta.  Saya kirimkan ucapkan selamat hari jadi teriring doa dan harapan kebahagian dan kesuksesan yang akan selalu menyertai kehidupan mereka.  Mungkin itu bukan hal yang istimewa.  Tetapi untuk saya, ketika tadi pagi mengetik ucapan selamat ulang tahun itu, saya berulang kali menekan tombol delete dan mengetik dua nama yang kemudian saya hapus lagi dan saya ketik lagi.  Saya ragu.  Apakah saya harus menggunakan nama asli teman saya itu atau saya kembali ke masa 'suka-suka' dulu dimana saya dan teman-teman yang lain terbiasa dan akrab dengan nama panggilannya saja.  Haha...saya jadi ingat wajah-wajah ikhlas dan re

No One Needs to Know

 ( www.theuhp.wordpress.com ) Please, take a look at the lyric below.  It is one of  Shania Twain's song and also the OST of  Twister. Read and let your lips creat kind of a beautiful smile at your face.  Then, feel it.  When you hear the lyric together with the music, I bet you that you can feel something dancing following the rythim deep into your body.  It might be your heart and it makes your feet could not stop to tap as well.  I just like the clip, the house, the curtain, the leaves, and the twister.  Those are perfectly blended.  It's a country.  It's a nice country to enjoy while you need something to cheer up your day.  Am I dreamin' or stupid? I think I've been hit by Cupid But no one needs to know right now I met a tall, dark and handsome man And I've been busy makin' big plans But no one needs to know right now I got my heart set, my feet wet And he don't even know it yet But no one needs to know right now I'l

Anak-Anak Itu

Pemandangan  pagi ini di depan mata sungguh tidak indah.  Benar-benar tidak enak untuk dilihat.  Seorang anak SMA duduk di kursi di seberang saya. Sendiri. Duduknya masih sama tidak sopannya seperti kemarin-kemarin saya melihatnya.  Kedua kakinya dinaikkan ke bangku panjang yang didudukinya, satu kaki ditekuknya agak tinggi, menahan tangannya yang memegang rokok. Sudah lumayan sering saya bertemu dengan pemuda tanggung ini.  Tidak ada beda. Wajahnya kusam, jerawatan, pakaiannya sama kusamnya dengan wajahnya yang entah tersentuh air atau tidak pagi ini, bibirnya kering dan dengan pongahnya bergaya seperti seorang perokok profesional yang sedang menikmati rokok pertamanya di pagi itu.  Saya benci melihat bibirnya yang hitam mengeluarkan asap rokok, digerakkannya ke kiri dan ke kanan, memainkan asap rokok yang perlahan terbang bebas mencemari udara pagi yang seharusnya segar di warung tempat saya dan sahabat saya biasa memesan sarapan hangat kami.  Yang bikin saya menggelengkan kepala tan

Bakti Uwais

Semalam, kami menikmati televisi berdua.  Lewat pukul 9 malam.  Tentunya setelah anak-anak tidur.  Secangkir teh berdua dan kerupuk bawang yang selalu berpindah tangan.  Saluran MNC Muslim menjadi pilihan.  Tentang Uwais Al-Qarni yang disampaikan dengan sangat menarik dan menyentuh hati oleh Syaikh Fikri Thoriq Alkatiri.  Mungkin kisah Uwais Al-Qarni bukan kisah baru lagi.  Sudah cukup akrab di telinga.  Tetapi penyajian yang disampaikan oleh Syaikh Fikri semalam cukup membuat hati kami bergetar.  Saya lihat mata suami saya berlinang.  Saya pun sama.  Kami membayangkan hal yang sama juga.  Bakti pada orangtua yang tak akan pernah sempurna membalas apa pun yang telah mereka lakukan untuk kami sedari bayi hingga kini.   Betapa Uwais dari Yaman begitu dielu-elukan oleh penghuni langit karena baktinya kepada Ibunya.  Ia tahankan rindunya untuk bertemu Rasulullah karena ia tidak mau meninggalkan ibundanya yang telah renta sendirian.  Ia tahankan laparnya hingga ibunya selesai makan, bar

My Mother

Who sat and watched my infant head When sleeping on my cradle bed, And tears of sweet affection shed? My Mother. When pain and sickness made me cry, Who gazed upon my heavy eye, And wept for fear that I should die? My Mother. Who taught my infant lips to pray And love God’s holy book and day, And walk in wisdom’s pleasant way? My Mother. And can I ever cease to be Affectionate and kind to thee, Who wast so very kind to me, My Mother? Ah, no! the thought I cannot bear, And if God please my life to spare I hope I shall reward they care, My Mother. When thou art feeble, old and grey, My healthy arm shall be thy stay, And I will soothe thy pains away, My Mother. (Ann Taylor) *Thanks God, pagi ini semua teratasi dengan baik. I am so proud to be a mom and a wife. Rio bangun dengan mudah, Hamzah pun sama.  Pakaian suami dan Rio juga sudah rapi jali untuk dipakai, sarapan siap tersaji, bekal hamzah juga sudah lengkap di dalam tas merahnya.  Terima kasih untu