Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2011

Senja di Sederhana

Ide untuk buka bareng mama papa dan adik-adik tercetus begitu saja di kepala menjelang pukul lima sore. Tanpa reservasi tempat sebelumnya. Pokoknya kita buka diluar saja. Pilihan jatuh di RM Sederhana secara memang sudah beberapa hari ini gulai ayamnya yang paten enaknya mengganggu pikiran, terbang seperti kunang-kunang di depan mata, bikin tidur tidak nyenyak. Lebay memang, tetapi seperti itulah adanya. :) Tepat pukul 17.30, papa datang kumplit dengan Mama, Widya, dan Wulan. Sayang Om Maman absen, demi bonus lebaran. Mobil dipacu papa dengan kecepatan yang lumayan untuk dalam kota. Demi meja. Demi delapan kursi. Karena ulah si sulung yang kerjanya nanggung. Janjian tanpa reservasi. Gambling! Untuk membayar rasa bersalah, begitu mobil berhenti di depan RM, langsunglah si sulung melompat turun, meninggalkan rombongan dan meminta pelayan mencarikan meja untuk delapan orang. Rada tipis harapan awalnya, melihat parkiran yang tak tersisa, dan kepala-kepala yang susah dihitung d

Lancang? No way..!

Terkadang saya suka geleng-geleng kepala sendiri ketika mendapati sandal saya yang biasanya saya letakkan di belakang meja, raib entah kemana. Bukan sekali dua kali, tetapi sudah berkali-kali. Dilain waktu, saya juga manyun sendiri, ketika teman diseberang meja mengeluh dan mengeluarkan sumpah serapah di pagi yang seharusnya tenang, karena kabel pribadi miliknya yang dibawa dari rumah, yang biasa dipakainya setiap hari untuk nyolokin kabel charger laptopnya pun sirna. Kali lain, saya cuma bisa terpana dan menaikkan alis mata pertanda "No Idea at all" ketika sahabat saya yang duduk di bawah AC bertanya..."Kursi Abang dimana ya?". Biasanya saya akan menjawab..."Bisa dimana saja, Bang". Pernah sekali waktu, saya tak bisa menyimpan murka, ketika saya dapati seorang teman saya duduk di kursi saya, dan dengan santainya membolak-balik menelisik bahan-bahan pekerjaan saya di sudut kanan meja. Gerah! Marah! "Mas, aku ga suka mas membuka dan menyentuh ap

Kepiting Berenang dalam Mentega

Gara-garanya Netty yang terus aja nyerocos tentang kepiting sehabis makan di KFC hari Jumat lalu, jadilah bumil ini tergiur untuk menyantap tuan crab yang bersemu merah. Begitu suami pulang, langsung lapor..."Nyari kepiting susah ya. Padahal pengen lho..". Langsung di janjiin "Nanti ya dicariin. Jualnya malem, di depan kehutanan". Okay lah! Sabtu menjelang dan Minggu malam baru dapat. Tuan crab bersemu merah dan tumis kangkung. Mantap kan? Tumis kangkungnya buatan suami sendiri lho. Enak! Kok bisa suami yang buat? Secara paling anti sama bau minyak goreng dan segala yang sedang ditumis, selama proses pembuatan tumis kangkung itu, si istri mengurung diri di kamar. Bertemankan sebotol minyak kayu putih yang tinggal setengahnya. Aroma terapi favorit selama dua bulan belakangan ini. Begitu pembungkus kepiting dibuka, harumnya semerbak. Nasi sepiring (ga penuh), tumis kangkung, dan dua capitnya yang berdaging. Rio juga ikutan bantuin makan. Ternyata harapan

Saat Cinta Berpaling Darimu

Penat juga berpikir. Beralih ke blog-blog yang enak dibaca. Yang tidak berat! Alhamdulillah tertumbuk mata pada blognya A. Nabilah Zahra @riezisme.wordpress.com. Baca...baca...baca....sampailah pada yang satu ini. Jadi ingat dulu pengen beli kompilasi cerita nyata yang dikemas apik di dalam buku asma nadia ini di awal bulan Mei. Tetapi nihil. Habis stock di Gramedia. Dan sampai sekarang masih belum dapat kesempatan untuk mencarinya kembali. Next time kali ya. :) Apa yang spesial dari buku ini? Kisahnya tentu saja! Kisah sedih? Yaa...bisa dibilang begitu. Kisah sedih para istri yang tersakiti oleh ketidakmampuan suami mereka untuk menjaga hati dalam kadar dan tingkat dari yang paling ringan sampai yang paling parah. Yuk simak.....! (Pengalaman sejati seorang istri, dari Asma Nadia) Apakah dia merasa putus asa ketika mengetahui bahwa gaji suaminya yang masih kuliah itu hanya 200 ribu sebulan? Apakah dia putus asa ketika mereka harus berpindah-pindah kontrakan dari sat

Hello Deadline....

Secangkir cappuccino pasti indah untuk diseruput disaat kantuk melanda sepagi ini tetapi mata tak hendak terpejam, selain juga deadline yang melambai-lambai memanggil. Tetapi apa daya cappuccino dan sebangsanya haram disentuh saat ini. Paling tidak untuk satu bulan ke depan. Semalam pun entah apa penyebabnya, sepicing pun susaaaaah kali dinikmati. Apa memang sebegitu dahsyatnya perubahan hormon bekerja? Hingga kantuk dan mata yang biasanya berteman akrab bisa jadi bermusuhan. :) Baiknya mungkin balik lagi ke buku dan beberapa literatur ya. Menyudahi data mentah ini. Ayo semangat, bu..! Teh hangat dan isi perut dulu mungkin ada baiknya. Bekerja di rumah juga banyak manfaatnya kan? Lebih berkonsentrasi, bebas gangguan suara-suara berisik sejawat (resiko bekerja tanpa cubicle), dan kalo penat bisa leyeh-leyeh sejenak dua jenak. Berharap besok insyaallah tiga teman lain rampung juga. Lalu bisa lanjut diskusi dan edit lagi, lalu matang.....dan serah terima deeeh. Trus...? Trus

N vs C

Panjang kali diskusi kami malam ini. Diskusi via sms. Atau mungkin ngrumpi lebih tepatnya? Haha. Whateverlah. Tetapi tetap sarat nilai kok. Walaupun mungkin tidak terlalu berbobot. Perihal? 1. Perkawinan yang tidak direstui orang tua. Lanjut? Atau pasrah setelah berusaha? Atau kawin lari saja? Bisa kah mempelai wanita berwalikan saudara laki-laki kandungnya jika ayahnya tak setuju? 2.Jatuhnya talak dalam perceraian itu seperti apa? Bagaimana kita tahu bahwa itu talak 1,2, atau 3? Berdasarkan jumlah kata talak yang diucapkan atau bagaimana ya? Ada beberapa masalah lain,tetapi dua hal di atas cukup merajai diskusi kami malam ini. Terkesan hal remeh mungkin. Tetapi sebenarnya penting untuk diketahui kejelasan aturannya berdasarkan agama yang kami anut (dalam hal ini Islam). Kesimpulannya? Insyaallah ada tempat bertanya yang tepat. Semoga bisa tahu jawabnya yang benar, yang sesuai dengan aturan agama. *hi there...sist,I cant sleep after tons of texts. My thumb sc

Nobody's Child

Malang nasib bocah ini. Kemarin-kemarin saya tidak begitu memperhatikannya. Seperti kebanyakan bocah-bocah lainnya, ia sangat menikmati dunia anak-anaknya. Menunggu sang nenek usai merampungkan pekerjaannya sambil berlari-lari kecil di halaman. Kemarin-kemarin itu juga, saya hanya sesekali melihatnya dari balik jendela berkaca hitam. Anak laki-laki yang lincah! Tetapi hari ini atau besok, saya tentu tak bisa hanya sekedar melihat atau sekilas menatapnya sambil lalu. Saya pasti akan lama memperhatikannya dengan diam-diam dan disaat bersamaan rasa iba saya padanya kemungkinan besar akan membuat saya mengutuki apa yang telah dilakukan ayahnya kepadanya. Apa yang lebih buruk dari seorang laki-laki dewasa yang tak bertanggung jawab atas sebuah nyawa yang telah diciptakannya dari rahim seorang wanita yatim piatu yang menggadaikan nyawanya demi anak yang laki-laki itu, yang dinikahinya tanpa sepengetahuan istri sahnya hingga detik ini? Beruntungnya, bocah itu laki-laki. Kelak